Sabtu, 21 Juni 2014

Mau jadi Apa?

            Yah, itu pertanyaan yang semua orang ajukan pada saya. Sebagian besar. Tapi di balik pertanyaan mereka sendiri itu, mereka berasumsi kalau saya akan menjadi seorang guru. Ok. Mungkin bagi mereka begitu, but please… a teacher? You gotta be kidding me, right? Memang tidak ada salah menjadi seorang guru. Saya akui, itu adalah pekerjaan paling mulia. Serius. Tapi untuk orang seperti saya ini, pekerjaan sebagai guru itu bahkan tidak pernah terlintas sedikit pun di otak. Entahlah, mungkin karena saya lebih suka mendengar daripada berbicara panjang lebar memberi penjelasan.
            Saya seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jawa Barat. Bukan! Bukan Unversitas Indonesia yang saya maksut. Gunadarma. Yah, di situlah saya mengenyam pendidikan tingkat tinggi ini. Dan Sastra Inggris adalah jurusan yang akhirnya saya pilih daripada jurusan arsitek. Jangan di tanya kenapa! Saat saya pertama kali di terima di Gunadarma, ada 2 jurusan yang harus saya pilih salah satunya. Saya pun menelpon ayah saya. Percakapan biasa. Tapi 1 pertanyaan yang membuyarkan pikiranku untuk mengambil jurusan arsitek; ‘Memangnya kamu bisa gambar?’. Itulah pertanyaan yang di ajukan oleh ayah.
            Dan pertanyaan ayah membuat saya hampir tidak percaya saya berada di tengah-tengah mahasiswa/mahasiswi Sastra 01 lainnya. Saya angkatan 2011 yang saat ini sedang berjuang mati-matian menghadapi PI (Penulisan Ilmiah). Ah, ini tidak seburuk itu. Percayalah. Untuk anak yang punya tingkat pemikiran tinggi (re: overthingking) seperi saya, jurusan Sastra sangat cocok. Terserah kalian mau artikan seperti apa otak saya ini.
            Pertama kali masuk Sastra saya mulai berpikir akan jadi seperti apa nantinya. Karena belum dapat jawaban yang pas untuk itu, saya putuskan untuk jalani saja. Tentu saja jalani dengan penuh keluhan, tanda tanya besar di otak, sesekali mengumpat, dan lainnya. Apa yang kalian pikirkan? Memangnya kalian pikir saya ini kutu buku? Anak baik-baik yang akan menjadi guru? Jika kalian berpikir saya adalah salah satu anak yang ‘baik’, lebih baik buang jauh-jauh pikiran seperti itu, sebelum kau di telan sendiri oleh kata-katamu. Jangan terlalu serius. Saya bercanda.
            Setelah 3 tahun kuliah dan belajar di Sastra dengan ipk pas-pasan (bahkan kurang dari pas-pasan) mempertajam pemikiran saya untuk jauh lebih kritis. Saya suka belajar tentang kebudayaan, apalagi kebudayaan asing yang harus saya pelajari. Itu memberi tantangan berbeda, dan saya suka tantangan ini. Kebudayaan membuat saya lebih penasaran tentang kelakuan manusia. Saya rasa ini pas dengan saya, dan mungkin inilah takdir saya. Tapi saya tidak ingin terburu-buru mengambil keputusan. Saya masih ingin melihat potensi apa yang akan mengejutkan saya lagi nanti.
            Dan mungkin itu juga alasan kenapa saya tidak mau menjadi guru, selain ipk saya yang tidak pantas menjadi guru, saya lebih suka mencari tau lebih banyak tentang kebudayaan, sastra dan bidang-bidang yang termasuk di dalamnya. Itu menyenangkan kawan. Saya tidak pernah menyesal untuk mengambil jurusan ini.
            Hanya sekedar saran untuk kalian, jika kalian masih bingung dengan ‘sesuatu’ yang menurut kalian sulit untuk diputuskan: Jalani Saja. Kalian tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi besok. Jalani dengan cara apapun yang kalian mau, itu akan lebih berhasil dibandingkan kalian harus sok mengikuti keinginan orang tua kalian, tapi kalian tidak menikmatinya sama sekali. Kalian berhak untuk menentukan jalan kalian. Jika sudah terlanjur mengikuti jalur dari orang tua, berusahalah untuk tetap jalani itu dengan gayamu sendiri. Sesuatu yang dapat kita nikmati dengan gaya kita sendiri akan lebih menyenangkan dibandingkan Ice Cream Vanilla. J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar