Yah, itu pertanyaan yang semua orang ajukan pada saya. Sebagian
besar. Tapi di balik pertanyaan mereka sendiri itu, mereka berasumsi kalau saya
akan menjadi seorang guru. Ok. Mungkin bagi mereka begitu, but please… a
teacher? You gotta be kidding me, right? Memang tidak ada salah menjadi seorang
guru. Saya akui, itu adalah pekerjaan paling mulia. Serius. Tapi untuk orang
seperti saya ini, pekerjaan sebagai guru itu bahkan tidak pernah terlintas
sedikit pun di otak. Entahlah, mungkin karena saya lebih suka mendengar
daripada berbicara panjang lebar memberi penjelasan.
Saya seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi
swasta di Jawa Barat. Bukan! Bukan Unversitas Indonesia yang saya maksut.
Gunadarma. Yah, di situlah saya mengenyam pendidikan tingkat tinggi ini. Dan
Sastra Inggris adalah jurusan yang akhirnya saya pilih daripada jurusan
arsitek. Jangan di tanya kenapa! Saat saya pertama kali di terima di Gunadarma,
ada 2 jurusan yang harus saya pilih salah satunya. Saya pun menelpon ayah saya.
Percakapan biasa. Tapi 1 pertanyaan yang membuyarkan pikiranku untuk mengambil
jurusan arsitek; ‘Memangnya kamu bisa gambar?’. Itulah pertanyaan yang di
ajukan oleh ayah.
Dan pertanyaan ayah membuat saya hampir tidak percaya
saya berada di tengah-tengah mahasiswa/mahasiswi Sastra 01 lainnya. Saya angkatan
2011 yang saat ini sedang berjuang mati-matian menghadapi PI (Penulisan
Ilmiah). Ah, ini tidak seburuk itu. Percayalah. Untuk anak yang punya tingkat
pemikiran tinggi (re: overthingking) seperi saya, jurusan Sastra sangat cocok. Terserah
kalian mau artikan seperti apa otak saya ini.
Pertama kali masuk Sastra saya mulai berpikir akan jadi
seperti apa nantinya. Karena belum dapat jawaban yang pas untuk itu, saya
putuskan untuk jalani saja. Tentu saja jalani dengan penuh keluhan, tanda tanya
besar di otak, sesekali mengumpat, dan lainnya. Apa yang kalian pikirkan? Memangnya
kalian pikir saya ini kutu buku? Anak baik-baik yang akan menjadi guru? Jika kalian
berpikir saya adalah salah satu anak yang ‘baik’, lebih baik buang jauh-jauh
pikiran seperti itu, sebelum kau di telan sendiri oleh kata-katamu. Jangan
terlalu serius. Saya bercanda.
Setelah 3 tahun kuliah dan belajar di Sastra dengan ipk
pas-pasan (bahkan kurang dari pas-pasan) mempertajam pemikiran saya untuk jauh
lebih kritis. Saya suka belajar tentang kebudayaan, apalagi kebudayaan asing
yang harus saya pelajari. Itu memberi tantangan berbeda, dan saya suka
tantangan ini. Kebudayaan membuat saya lebih penasaran tentang kelakuan
manusia. Saya rasa ini pas dengan saya, dan mungkin inilah takdir saya. Tapi saya
tidak ingin terburu-buru mengambil keputusan. Saya masih ingin melihat potensi
apa yang akan mengejutkan saya lagi nanti.
Dan mungkin itu juga alasan kenapa saya tidak mau menjadi
guru, selain ipk saya yang tidak pantas menjadi guru, saya lebih suka mencari
tau lebih banyak tentang kebudayaan, sastra dan bidang-bidang yang termasuk di
dalamnya. Itu menyenangkan kawan. Saya tidak pernah menyesal untuk mengambil
jurusan ini.
Hanya sekedar saran untuk kalian, jika kalian masih
bingung dengan ‘sesuatu’ yang menurut kalian sulit untuk diputuskan: Jalani
Saja. Kalian tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi besok. Jalani dengan
cara apapun yang kalian mau, itu akan lebih berhasil dibandingkan kalian harus sok mengikuti keinginan orang tua
kalian, tapi kalian tidak menikmatinya sama sekali. Kalian berhak untuk
menentukan jalan kalian. Jika sudah terlanjur mengikuti jalur dari orang tua,
berusahalah untuk tetap jalani itu dengan gayamu sendiri. Sesuatu yang dapat
kita nikmati dengan gaya kita sendiri akan lebih menyenangkan dibandingkan Ice
Cream Vanilla. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar